Testindo – Bendungan punya peran yang sangat penting, mulai dari mencegah banjir, suplai air untuk aktivitas masyarakat dan saluran irigasi, hingga sebagai pembangkit listrik. Melihat peran bendungan yang besar ini, apalagi terdapat volume air jutaan kubik maka tidak boleh disepelekan jika terjadi keretakan atau crak pada dinding dan bagian lainnya.
Potensi terjadinya kebocoran akibat kondisi crack yang dibiarkan bukan hal yang mustahil, seperti yang pernah terjadi di Whaley Bridge, Inggris pada tahun 2019. Dimana sebanyak 5000 orang harus dievakuasi karena terjadi kebocoran air yang keluar melalui retakan pada dinding bendungan di wilayah tersebut.
Kalau di Indonesia, ada peristiwa yang juga cukup menggemparkan, bukan bendungan melainkan tanggul yang ada di Situ Gintung, Tangerang, pada bulan Maret 2009. Menurut kesaksian warga, tanggul ini memang sudah terlihat retak sebelum jebol, bahkan sempat direnovasi beberapa kali.
Nah, berkaca dari semua kejadian tersebut, perlu dilakukan pengujian untuk identifikasi jenis, kedalaman dan bentuk crack atau retak, serta menentukan tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah retakan semakin melebar.
5 Jenis Metode untuk Analisa Kondisi Bendungan
Mungkin para pengelola atau pengurus bendungan sudah paham bahwa perlu dilakukan pengujian secara berkala sebagai bentuk pemeliharaan bendungan. Apa saja jenis pengujiannya ? berikut ini informasi lengkapnya :
1. Ground Penetrating Radar (GPR)
Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test) untuk menganalisa kondisi bagian spillway pada bendungan yang bertanggung jawab untuk mengontrol aliran air dan mencegah erosi.
GPR digunakan untuk mendeteksi keretakan dan anomali di bawah permukaan. Gelombang radar yang dipancarkan akan memantul kembali dari batas material, memberikan informasi tentang struktur bawah permukaan bendungan.
2. Inspeksi Menggunakan Drone LiDAR
Belakangan ini inspeksi bendungan menggunakan Drone LiDAR (Light Distance and Ranging) cukup menarik minat para engineer karena dinilai lebih akurat dalam memetakan kondisi bendungan dalam waktu yang cukup singkat dan juga lebih safety karena tidak membutuhkan operator yang bergantung dengan tali untuk melakukan pengujian.
Kenapa LiDAR ini akurat untuk pengujian bendungan ? karena menggunakan teknologi laser pulse untuk melakukan topografi bendungan dengan akurasi dan resolusi yang tinggi dan juga bisa ditampilkan dalam bentuk 3D.
Bukan itu saja, melalui inspeksi LiDAR ini juga bisa dipelajari mengenai potensi bahaya seperti ketidakstabilan lereng, erosi, dan penurunan pondasi di lokasi bendungan. LiDAR dapat menghasilkan peta 3D yang sangat rinci dari area sekitar bendungan. Peta ini membantu dalam memahami topografi dan struktur bendungan dengan lebih baik, sehingga keretakan atau cacat dapat lebih mudah dikenali.
Layanan Dam Monitoring System, Klik Disini >>
3. Ultrasonic Pulse Echo Tomography
Pengujian NDT menggunakan Ultrasonic Pulse Echo Tomography merupakan sangat efektif untuk mendeteksi keretakan, honeycomb dan cacat lain di dalam struktur beton bendungan. Metode ini memanfaatkan pancaran gelombang ultrasonic yang ditembakan ke dalam material untuk mendeteksi adanya cacat atau crack.
Selain itu, Ultrasonic Pulse Echo Tomography juga dapat mengukur ketebalan lapisan beton, mendeteksi delaminasi dan debonding pada bendungan. Semua informasi ini sangat penting untuk menilai integritas struktural, menentukan masa pakai bendungan, serta menentukan perencanaan pemeliharaan dan perbaikan.
4. Spectral Analysis of Surface Waves (SASW)

Metode ini digunakan untuk evaluasi in-situ kualitas beton, ketebalan beton, dan memeriksa kondisi di antara setiap lapisan beton bendungan. Bukan itu saja, metode ini juga dapat membantu menghitung kekuatan elastis material.
Menurut Olson dan Sack (1995), “Metode SASW dapat menyediakan profil kecepatan gelombang geser sesuai kedalaman suatu struktur, termasuk pengukuran kecepatan tanah atau batuan di belakang struktur, tanpa perlu pengeboran atau merusak struktur tersebut.” Ini artinya, dengan SASW, kita bisa mendapatkan gambaran lengkap tentang kondisi material tanpa perlu merusaknya.
SASW juga bermanfaat untuk menemukan masalah pada bendungan, seperti area yang mungkin mengalami kerusakan akibat beku dan cair. Sehingga membantu mendeteksi dan menganalisa cacat tersebut, dengan begitu bisa ditentukan tindakan perbaikan sebelum masalah menjadi lebih serius.
5. Structural Health Monitoring System (SHMS)
Structural Health Monitoring System menggunakan berbagai jenis sensor yang dipasang pada sisi-sisi bendungan untuk memantau parameter, seperti piezometer untuk mengukur tekanan pori dan tekanan air pada bendungan.
Ada juga inclinometer dan titlmeter untuk mengukur deformasi dan pergerakan tanah sereta melacak pergerakan lateral dan vertikal. Serta sensor regangan dan tekanan untuk mengukur deformasi pada material untuk membantu menilai integritas struktur bendungan.
Pengelola bendungan tidak perlu melakukan semua metode tersebut, bisa dipilih mana yang lebih cocok sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan kondisi bendungan.
Jika Anda punya kebutuhan pemeriksaan bendungan, silahkan konsultasikan pada kami. Sebagai perusahaan engineering & monitoring solution, Testindo memiliki tim ahli dan berpengalaman dalam melakukan monitoring bendungan.
Informasi pemesanan dan pertanyaan seputar monitoring dan analisa kondisi bendungan silahkan hubungi kami melalui :
Chat dengan tim kami melalui fitur live chat dipojok kanan bawah website ini