curah hujan

Testindo Intensitas hujan di setiap wilayah berbeda-beda ditentukan oleh berbagai faktor seperti lokasi geografis, topografi, arah angin dan lainnya. Perbedaan ini bisa diukur dari curah hujan yang turun, biasanya dalam satuan milimeter (mm) yang diukur dalam periode waktu tertentu (jam, harian dan mingguan).

Pengukuran curah hujan sangat bermanfaat untuk memantau potensi banjir dan longsor, mempelajari perubahan iklim, hingga membantu menentukan waktu tanam dan pengelolaan irigasi pertanian.

Sebelum mengetahui metode pengukurannya, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu definisi apa itu curah hujan ?

Pengertian Curah Hujan

Hujan merupakan tetesan air yang jatuh dari awan, tetesan yang kecil biasanya disebut gerimis, sedangkan jika tetesannya dalam jumlah yang besar maka disebut hujan. Fakta menariknya, ada alasan kenapa awan yang mendung terlihat sangat gelap.

Awan mendung yang gelap ternyata disebabkan ukuran tetesan air yang sangat besar di dalam awan sehingga menghalangi cahaya matahari, itulah mengapa terlihat gelap.

Lalu, apa itu curah hujan ?

Curah hujan itu sendiri adalah besaran jumlah air hujan yang jatuh di suatu titik atau wilayah dalam hitungan waktu tertentu. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, curah hujan ini diukur dalam satuan milimeter (mm).

Curah hujan ini dihitung berdasarkan tinggi air hujan yang terkumpul jika air tersebut tidak mengalir ke tempat lain.

Pembagian Jenis Hujan

Ada berbagai macam jenis hujan berdasarkan proses terjadinya dan tempat atau posisi turunnya hujan. Apa saja jenisnya  ?

1. Convectional Rainfall

Hujan ini terjadi terutama di wilayah khatulistiwa dan bagian pedalaman benua. Biasanya, Convectional Rainfall terjadi pada musim panas atau saat suhu udara sangat panas.

Proses terjadinya dimulai dari udara panas yang naik ke atas dalam bentuk arus konveksi. Udara yang naik ini kemudian membentuk awan jenis cumulus. Setelah itu, awan tersebut menurunkan hujan deras yang sering disertai kilat dan guntur. Hujan ini umumnya berlangsung dalam waktu singkat.

2. Orographic Rainfall

Orographic Rainfall, juga dikenal sebagai Relief Rainfall, terjadi di wilayah pegunungan. Hujan ini memiliki karakteristik unik, di mana sisi pegunungan yang menghadap angin (windward side) menerima lebih banyak hujan dibandingkan sisi sebaliknya (leeward side), yang sering kali kering.

Proses terjadinya diawali dengan awan yang bertemu dengan pegunungan. Awan ini terdorong ke atas, sehingga suhu udaranya menurun. Akibatnya, uap air dalam awan mengembun menjadi tetesan besar yang akhirnya jatuh sebagai hujan di sisi windward. Ketika awan melewati puncak, suhu udara naik kembali, sehingga awan tersebut menyerap lebih banyak uap air. Akibatnya, sisi leeward menjadi kering dan sering disebut sebagai rain shadow area.

3. Cyclonic Rainfall

Cyclonic Rainfall, atau Frontal Rainfall, terjadi di sekitar area siklon. Prosesnya melibatkan dua massa udara dengan suhu, kelembapan, dan kepadatan yang berbeda bertemu di satu wilayah.

Baca Juga :  Early Warning System Banjir

Udara hangat naik ke atas, dan kelembapan di dalamnya mengembun membentuk awan jenis altostratus. Hujan yang dihasilkan biasanya turun perlahan dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari.

Cara Mengukur Curah Hujan

Proses pengukuran curah hujan dilakukan menggunakan alat bantu, ada yang manual, ada juga yang otomatis, tergantung kebutuhan pengukruan.

Berdasarkan intensitas atau curah hujan terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu :

  • Hujan Ringan: 0–2,5 mm
  • Hujan Sedang: 2,6–7,6 mm
  • Hujan Lebat: > 7,6 mm

Untuk menentukan jenis klasifikasi tersebut, diperlukan pengukuran curah hujan di titik atau wilayah yang memang sering dilanda hujan.

Ada dua jenis alat yang digunakan, apa saja ? dan bagaiamana cara kerjanya ?

Pengukur Curah Hujan Manual

ombrometer manual
pic: bmkg.go.id

Pengukuran ini menggunakan alat yang disebut ombrometer. Proses pengukurannya cukup sederhana, tapi membutuhkan ketelitian.Menggunakan corong silinder dengan skala pengukur di sampingnya, yang dikenal sebagai Rain Gauge.

Alat ini dipasang di atas permukaan tanah lapang yang rata atau sejajar sehingga data pengukuran yang didapatkan bisa lebih akurat. Nantinya, setiap tetesan air hujan akan masuk ke dalam corong lalu mengumpul di dalam wadah.

Setelah hujan berhenti, air yang sudah terkumpul itu akan diukur menggunakan gelas ukur. Satuan pengukuran menggunakan milimeter (mm), setiap milimeter curah hujan mewakili ketebalan air hujan jika tersebar di permukaan tanah datar tanpa ada yang meresap atau memnguap.

Pengukur Curah Hujan Otomatis

alat pengukur curah hujan otomatis

Alat pengukur curah hujan ini memiliki perangkat elektronik yang saling terhubung untuk mengukur curah hujan secara otomatis. Bentuk bagian atas alat ini juga berbentuk corong dan sudah dilengkapi kawat jaring untuk menghalau kotoran dan serangga.

Jenis pengukur curah hujan yang cukup sering digunakan yaitu tipping bucket. Cara kerjanya sederhana, tetesan hujan masuk ke dalam corong pada bagian atas, Saat ember pertama terisi hingga volume maksimum, ia akan terjungkit (tipping), mengosongkan isinya dan menggerakkan ember kedua untuk mengambil alih fungsi penampungan

Proses tipping ini terhubung atau terintegrasi dengan sensor yang mendeteksi pergerakan ember dan melakukan pencatatan setiap kali terjadi tipping. Data yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi nilai curah hujan dalam milimeter (mm) dan dapat bisa ditampilkan secara visual melalui software khusus yang sudah terinstall.

Testindo sebagai perusahaan engineering services & monitoring solution, menyediakan layanan instalasi alat pengukur curah hujan otomatis. Kami memiliki tim ahli dan berpengalaman yang siap melakukan pemasangan atau instalasi di seluruh Indonesia.

Informasi pemesanan dan pertanyaan mengenai layanan alat pengukur curah hujan, silahkan hubungi kami melalui :

Chat dengan tim kami melalui fitur live chat di pojok kanan bawah website ini

Referensi : dashamlav.com