pencemaran udara

Testindo Kualitas udara di Indonesia memang kurang baik. Apalagi di kota-kota besar yang penuh dengan asap kendaraan bermotor, emisi pabrik,  serta yang paling sering dan juga paling disepelekan yaitu asap dari pembakaran sampah oleh warga.

Pencemaran udara bukan hanya menimbulkan gangguan kesehatan tapi juga membuat kualitas air tanah ikut menurun. Meski terlihat seperti dua elemen yang terpisah, udara dan air tanah ternyata saling terhubung dalam siklus alam.

Partikel udara yang tercemar ini masuk ke dalam lapisan tanah, lalu mempengaruhi air di dalam tanah. Air tanah ini tersimpan di dalam lapisan tanah dan batuan. Asalnya, air hujan atau air dari permukaan melewati proses infiltrasi atau meresap secara alami melalui pori-pori tanah.

Pencemaran Udara Mempengaruhi Kualitas Air Tanah

Polutan yang ada di sekitar kita tidak hanya berterbangan di udara, tetapi juga turun ke permukaan bumi melalui hujan, embun, atau pengendapan partikel. Begitu menyentuh tanah, berbagai kandungan berbahaya itu ikut terbawa air yang meresap ke bawah, menembus lapisan tanah hingga mencapai akuifer (cadangan air tanah).

Inilah alasa mengapa kualitas udara yang buruk bisa menjadi “gerbang” masuknya racun ke dalam sumber air bersih. Proses ini memant tidak terjadi dalam semalam, tetapi akumulasi polutan dari tahun ke tahun membuat kualitas air tanah perlahan mulai tercemar.

Air hujan yang seharusnya menyuburkan tanah justru menjadi cairan korosif. Inilah yang terjadi ketika sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOₓ) yang berasa dari hasil emisi kendaraan, pabrik, atau pembangkit listrik bereaksi dengan uap air di atmosfer dan menghasilkan hujan asam.

Reaksi kimia ini menghasilkan hujan asam dengan pH rendah (bisa mencapai 4-5). Saat meresap ke tanah, air asam ini melarutkan mineral dan logam berat alami yang terkandung dalam batuan, seperti aluminium, timbal, atau merkuri.

Akibatnya, air tanah tidak hanya menjadi lebih asam, tetapi juga mengandung logam-logam beracun. Kondisi air tanah yang tercemar tentunya menimbulkan efek domino, seperti :

1. Ekosistem Terganggu: Air asam merusak mikroorganisme tanah yang berperan dalam penyaringan alami.

2. Infrastruktur Rusak: Logam terlarut bisa menggerogoti pipa atau sumur, mempercepat kebocoran.

3. Kesehatan Terancam: Konsumsi air dengan logam berat dalam jangka panjang memicu gangguan saraf, ginjal, hingga kanker.

Contoh nyata terjadi di kawasan industri di India, dilansir dari downtoearth.org.in, dilaporkan terjadi hujan asam di beberapa wilayah seperti Delhi, Uttar Pradesh, Maharashtra, Tamil Nadu, dan Kepulauan Andaman. Sehingga menyebabkan terjadinya pengasaman tanah, merusak tanaman, mengurangi keanekaragaman hayati, dan mempercepat korosi infrastruktur

Partikel Halus yang Berbahaya

Polusi udara tidak hanya berupa gas. Partikel halus seperti PM2.5 atau PM10 dari asap kendaraan, pembakaran sampah, atau debu industri juga mengandung logam berat seperti kadmium, arsenik, atau merkuri. Partikel ini jatuh ke tanah melalui dua cara:

  • Deposisi Kering: Mengendap langsung di permukaan tanah saat udara stagnan.
  • Deposisi Basah: Terbawa hujan atau salju.
Baca Juga :  16 PLTU Di Sekitar Jakarta Turut Menyumbang Polusi Udara

Setelah mengendap, partikel halus akan larut dalam air hujan dan meresap ke lapisan tanah. Masalahnya, logam berat seperti merkuri bersifat persisten tidak terurai secara alami, sehingga bisa menumpuk di akuifer selama puluhan tahun.

Di daerah pertambangan emas skala kecil, misalnya, penggunaan merkuri untuk pemurnian emas menyebabkan partikelnya tersebar ke udara, lalu mencemari sumur-sumur warga.

Faktor yang Memperparah: Tanah, Iklim, dan Aktivitas Manusia

Tidak semua daerah memiliki kerentanan yang sama. Beberapa faktor mempercepat atau memperlambat kontaminasi:

1. Jenis Tanah: Tanah berpasir yang porous memudahkan polutan meresap, sedangkan tanah liat menghambatnya.

2. Topografi Karst: Daerah kapur dengan banyak rekahan memungkinkan polutan langsung masuk ke akuifer tanpa penyaringan alami.

3. Curah Hujan Tinggi: Mempercepat infiltrasi polutan, sementara musim kemarau mengonsentrasikan zat berbahaya di tanah.

4. Aktivitas Manusia: Pembuangan limbah industri atau pertanian tanpa pengolahan memperburuk kondisi.

Solusi: Menjaga Udara untuk Menyelamatkan Air

Lalu, bagaimana memutus rantai polusi ini?

1. Pengendalian Emisi: Memasang alat monitoring emisi atau Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) untuk memantau kandungan emisi yang dihasilkan pabrik atau industri.

2. Pemantauan Kualitas Udara dan Air: Perlu juga dilakukan pemasangan alat monitoring air (Water Quality monitoring System) dan alat monitoring kualitas udara (Air Quality Monitoring System) yang dapat memantau polutan secara real-time sebelum masuk ke tanah. Testindo juga menyediakan layanan instalasi sistem monitoring air dan kualitas udara ini di berbagai lokasi.

3. Teknologi Remediasi: Metode seperti air stripping atau bioremediasi membantu membersihkan air tanah yang tercemar.

4. Kebijakan Terintegrasi: Perlunya regulasi yang mengatur standar emisi udara dengan perlindungan sumber air.

Pencemaran udara dan air tanah ibarat dua sisi mata uang yang sama. Apa yang kita lepaskan ke udara hari ini, bisa menjadi racun di gelas minum kita esok.

Dengan memahami hubungan ini, kita diingatkan bahwa perlindungan lingkungan tidak bisa parsial menjaga kebersihan udara berarti juga menjaga kemurnian air tanah.  Seperti kata pepatah, “Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang, tetapi meminjamnya dari anak cucu.” Mari berhenti meracuni “pinjaman” ini, dimulai dari langit yang kita hirup.

Testindo sebagai perusahaan sistem monitoring menyediakan berbagai layanan instalasi sistem monitoring seperti instalasi CEMS, Air Quality Monitoring System dan Water Quality Monitoring System. Informasi pemesanan dan pertanyaan silahkan hubungi kami :

Chat dengan tim kami melalui fitur live chat di pojok kanan bawah website ini